Guru Musik
Forum diskusi guru-guru musik
Senin, 19 November 2012
METODE PENGAJARAN MUSIK PRAKTIS 2
Mengenai apa yg disebut dg “Pernyataan Bahasa Tubuh” jg merupakan terapan yg dpt kita gunakan dlm menyatakan berbagai terminologi musik dr berbagai unsur seperti: dinamik, agogik, tempo, artikulasi, perwatakkan, penghayatan, tehnik permainan, dll.
Berbagai istilah atau terminologi bukanlah hal yg baru di kalangan para guru & Pembina musik. Namun visualisasi dg bahasa tubuh (body language) perlu diperkenalkan sbg suatu penemuan yg dibakukan dlm metode pengajaran musik yg kita laksanakan.
Pernyataan dinamik yg berlaku bg ketentuan kadar lemah lembutnya suara diperkenalkan dlm praktek peragaan, spt: “piano” (lembut) siswa mengucapkan secara lembut sambil membungkukan badan; “pianissimo” (sangat lembut) siswa mengucapkan secara sangat lembut sambil membungkukkan badan lbh rendah lagi; “forte” (keras) siswa mengucapkan dg badan agak tegak; “fortissimo” (sangat keras) siswa mengucapkan dg mengepalkan tangan setinggi bahu; “crescendo” (semakin keras) dinyatakan dg kelingking saling dipertautkan menyatakan suara aaaaaaaa mulai dg merunduk berjenjang semakin keras sedikit diatas kepala; “decrescendo” (semakin lembut) dinyatakan dg aaaaaa semakin lembut dalam gerak berlawanan dr tegak hingga merunduk, dst.
Pertnyataan “agogik” yg menyatakan aksentuasi sbg ucapan : “tesis” (tekanan berat) & “arsis” (tekanan ringan) atas bacaan musik dlm contoh peragaan kita gambarkan “sforzato” atau “sforzando” sbg tuntutan tekanan ditempat mana yg semestinya blm tentu mendapat tekanan berat, dinyatakan dg lambang Sf atau Sfz, digambarkan secara visual dg bahasa tubuh berupa tangan mengembang lalu melompat atau menghentakkan kaki dg tekanan berat sambil mengucapkan “sforzando atau sforzato”.
Pernyataan “tempo” yg menyatukan ukuran kecepatan musik dpt digambarkan secara visual dlm bahasa tubuh, seperti: “allegro” (cepat) diucapkan sambil menghentakkan telapak tangan 3 kali dlm jarak waktu yg relatif cepat; “allegretto” (lebih lambat) dari allegro dinyatakan dg mengulurkan dua kepalan tangan ke depan, bergoyang dg tempo lbh lambat dari allegro; “andante” (secepat org berjalan santai) dinyatakan dg ucapan lebih lambat sambil menggoyangkan pinggul ke kiri & ke kanan sementara lengan lunglai di samping badan; “presto” (sangat cepat) dinyatakan dlm gerakan tangan melintas di depan dada dgn kecepatan tinggi.
Demikian pula seterusnya dpt kita rancangkan berbagai gerakan badan yg kita harapkan akrab dg suasana ceria dlm pernyataan perwatakkan, penghayatan, artikulasi & tehnik permainan.
“Perwatakkan” yg cenderung ringan & berkesan lucu atau berolok-olok dpt kita contohkan istilah “scherzo” (jenaka) yakni dg menggerakkan bahu naik turun sambil mengucapkan kata scherzo; “dolce” (manis) dilukiskan dg jari menyentuh pipi sambil mulut tersenyum.
Demikian banyak istilah musik yg dpt digambarkan secara visual dg gerakan badan atau bahasa tubuh, hal ini kita gunakan utk mencapai keakraban antara guru dg siswa TK atau SD sebab bg siswa dewasa sdh sangat memadai apabila dianjurkan utk memahaminya dg cara membaca kamus musik yg banyak beredar.
Tikitiki & Pernyataan Bahasa Tubuh bkn merupakan hal yg istimewa namun nilai kreatifitasnya dpt kita rasakan sbg suatu hal yg membanggakan.
Kebanggaan seorang guru adalah apabila dia sdh merasa berhasil menyampaikan pengertian yg hakiki atas pelajaran yg diberikan & tertanam jauh di lubuk batin intelektualitas siswa asuhannya.
Masih jauh jln yg hrs kita tempuh guna mencapai cita2 kesempurnaan musik di Ind sebab secara jujur kendala yg ada kebanyakan dtg dari kecenderungan rasa puas dg ilmu yg didapat oleh seseorang, kemudian dg segala kekurangannya berbicara tentang musik, mengkritik, menganalisis musik tanpa pendalaman ilmiah.
Akan banyak salahnya dlm menilai musik apabila penilaian tsb bkn dari ahli dlm bidang yg tepat, gampang menyebut seseorang pencipta lagu belaka tanpa memahami harmonisasi & hukum2 komposisi musik sebab aransemen lagunya cukup diserahkan kpd band pengiring yg justru merekalah yg semestinya patut mendapatkan penghargaan.
Salah satu pengalaman sy yg sangat berkesan adl program Pilot Class Yamaha bg pembinaan calon komponis cilik dimana telah dipilih 5 org anak KMA yg diintensifkan pengajarannya mulai dari usia prasekolah, SD & SMP. Bila landasan di tingkat pra-sekolah, SD & SMP cukup kuat akan terikut pula berkembangnya musik di Indonesia secara lebih sempurna.
Tampak yg berkembang saat ini barulah sekedar pelajaran yg mengajak utk nyanyi bersama, itupun tdk banyak ditangani oleh guru yg qualified.
Berbahagialah sekolah atau perguruan yg menempatkan musik sebagai bagian dari intrakurikuler. Tetapi jg msh dpt kita banggakan lembaga pendidikan yg cukup penghargaannya thdp pelajaran musik ekstrakurikuler.
Menurut pengalaman kita para ahli musik skrg ini msh byk yg bertahan pd posisi msg2 dg kebanggaan almamaternya. Alangkah mulianya & alangkah baiknya apabila para ahli yg mengatasnamakan musik berhimpun bergandengan tangan memikirkan pendidikan musik secara obyektif. Subyektifitas kiranya perlu dibuang apabila Indonesia ingin sampai ke jenjang penghargaan musik yg lebih tinggi.
Musik Indonesia sdh mendunia spt kata beberapa org musisi & wartawan, tetapi para sarjana jurusan musik byk yg blm mempersiapkan diri terjun ke Sekolah Dasar & Prasekolah padahal disinilah justru peran sarjana tinggi musik dibutuhkan sbg Pembina.
Sebaiknya kita menetapkan diri pd posisi Pembina bg kelompok usia prasekolah guna mempersiapkan kader siswa SD hingga ke jenjang lebih tinggi yg apresiatif thd musik. Msh sangat byk dibutuhkan sukarelawan yg semestinya hingga pd pendidikan dasar musik daripada duduk di meja jabatan luar profesi keguruan.
Dg metode praktis akhirnya dpt terjaring 2 siswa KMA, yakni Yani Danuwijaya & Esterlita Hidayat, msk dlm forum JOC (Junior Original Concert). Stlh melanglang buana diundang serta dihargai oleh beberapa Kepala Negara Asing & dijadikan tamu UNICEF sbg komponis cilik, namun anehnya mereka baru dpt diterima oleh pihak Direktorat Kesenian Depdikbud 4 thn kemudian, jauh setelah mereka dipuji2 bangsa lain.
Dg metode yg sama tlh kami rintis pula pembinaan siswa & calon guru drum dlm forum kelas perintis (Pilot Class) Yamaha secara berkelompok (Group) baik dlm tubuh YMI maupun YASMI yg membuahkan Guru2 Drum serta Drummer handal spt: Yusuf Abdi (Guru & penyusun buku pelajaran drum), Philmon Haryadi (Chief Instructor Drum), Syahrul Mahruzar (The Tankers & Guru Drum di Medan), Desmon DJ (Bani Adam), Dina (Pretty Sisters), Kanda (The Halpers), Rudi Arifin (Aria Junior), Cendy Luntungan (Band Inti Bina Musika & Drummer Unggulan berbagai band), Eki Sukarno (Symponi), Yayang (Drummer berbagai band pentas TV), Yuli (band Bina Musika Bandung), Anda (Phoenix), Syamsul (Tarantula), Dadi Sufiadi (ITB) & byk drumer2 lain yg hadir dibelakang kelompok Pilot Class dg metode praktis. Sebagian dari mereka msh duduk di kelas SD & SMP ketika mulai belajar.
Dalam pembinaan Korps Musik Militer Tentara Laos & Korps Musik Kodam I Iskandar Muda Aceh th 1965/1966 jg tlh digunakan metode pengajaran praktis dg menggunakan Kurikulum 1965 Sekolah Musik Angkatan Darat yg saya susun proposalnya.
Kini metode pengajaran musik praktis menjadi modul unggulan dlm MEC Institut Musik DR Pono Banoe Kurikulum Mandiri program pendidikan Guru Musik Sekolah, Luar Sekolah & Usia Dini dg motto “TANPA AKU TIADA LAINNYA, TANPA LAINNYA AKU TIADA.”
METODE PENGAJARAN MUSIK PRAKTIS 1
(dipetik dari seminar Guru Musik Sekolah di Kalimantan Timur, Samarinda 2009)
GBPP yg menjadi landasan kurikulum berjenjang, mulai Pengajaran Musik bg usia TK, SD, SMP hingga SMU yg saling berhubungan dlm menuju ke Lembaga Pendidikan Musik Formal mgkn kelak akan menjadi pilihan siswa dlm melanjutkan ketrampilannya di bidang musik, seperti: Sekolah Menengah Kejuruan Musik (SMM), Akademi Musik, Fakultas Seni Jurusan Musik, dll.
Sering terjadi diantara sekolah yg menamakan diri sbg Sekolah “plus” menerapkan pengajaran musik selayaknya Sekolah Musik Formal. Kesalahpahaman ini perlu kita garis bawahi agar pelajaran musik bg siswa serasa ringan & menyenangkan & merupakan terapi ketegangan dlm mempelajari pelajaran dari bid.studi lainnya.
Adl sesuatu hal yg benar apabila musik dimasukkan kedlm kurikulum pendidikan yg setara dgn mata pelajaran lainnya sebab musik atau pelajaran musik merupakan salah satu benteng pertahanan budi pekerti yg bernilai psikologis dlm pembentukkan watak warga Negara secara umum.
Musik Sekolah perlu dihargai sbg bagian yg sejajar dgn pelajaran lainnya, bkn sbg pelajaran sampingan.
Byk Guru bahkan Kepsek yg bersikap apriori atas pelajaran musik sekolah. Hal ini mgkn terbawa pengalaman masa lampau yg tdk akrab dgn musik & tdk berkesempatan mendapatkan Guru Musik yg berkualitas, atau kemungkinan besar telah mendapatkan pengalaman bahwa pelajaran musik masa lampau sdh ditanami benih yg salah.
Pelajaran musik sekolah bukanlah pelajaran ketrampilan memainkan alat musik melainkan pelajaran dasar musik dibantu atau dinyatakan dgn alat musik sbg alat peraganya, seorang anak (siswa) dpt memainkan rekorder, pianika atau alat musik lainnya semata-mata sbg peragaan pengetahuan dasar musik dlm praktek, bkn sbg tujuan.
Inti pelajaran musik sekolah adalah merupakan pemahaman & pemantapan atas berbagai pengetahuan dasar musik: latihan dasar & pemantapan kemampuan pendengaran musik melalui dikte nada, melodi & ritme, latihan & pemantapan kemampuan baca musik melalui bacaan berbagai notasi nada, pola ritme, melodi & akord dasar, latihan & pemantapan kemampuan main musik melalui berbagai kemungkinan penggunaan ragam jenis alat musik peraga, seperti berbagai jenis alat musik penunjang ritmik, rekorder, pianika dll dgn tehnik yg benar; pemantapan kemampuan vokal melalui berbagai latihan teknis dasar vokal menyanyikan lagu dlm solmisasi (solfegio) & syair berbagai bahasa yg dinyatakan dgn ucapan yg benar; pemantapan kemampuan teori & pengetahuan umum musik meliputi pemahaman not, nada, tangganada, dinamik, tempo, agogik, tehnik dlm berbagai terminologi, pengenalan lagu Kebangsaan & lagu Nasional lainnya.
Guru sbg Sumber Belajar mengajarkan musik dg berbagai problematiknya guna membangkitkan daya apresiasi musik siswanya selaku Warga Belajar serta memberikan landasan pengetahuan dasar musik sbg bagian dari kurikulum sekolah umum. Ide pokoknya adl mempersatukan persepsi musik yg menganalisis tentang dinamik, pengetahuan notasi, pengenal nada, tempo, agogik dll yg tdk perlu mengadopsi pelajaran musik setara akademik atau kesetaraan pendidikan kejuruan musik formal.
Melalui pengetahuan musik yg sangat mendasar Guru mengantarkan siswanya dan memberikan panduan seandainya diantara mereka muncul minat untuk mempelajari musik yg lebih mendalam. Dg penyampaian bahan yg tdk terlalu berat maka pelajaran musik sekolah akan terasa menyenangkan.
Harus pula diingat bahwa siswa hadir dari berbagai lingkungan, ada yang dari keluarga musik, ada yg pernah belajar musik, ada yg hadir dari sekolah lain tanpa pengalaman pelajaran musik sedikitpun kecuali nyanyi bersama dg bimbingan sekedarnya, bahkan ada yg hadir dari suatu lembaga pendidikan dg kenyataan apriori terhadap musik. Maka tugas gurulah yg hrs mempertemukan kondisi sejumlah siswa asuhannya dg latar belakang yg berbeda-beda.
Guru musik Sekolah Umum seyogyanya tdk berpikir utk menghasilkan kadar ketrampilan tinggi, melainkan menjadikan siswanya mampu beradaptasi dalam forum ansambel sekolah yg mengajarkan disiplin & tata organisasi selayaknya organisasi kenegaraan ukuran mini dlm suatu paduan yg harmonis. Bahwa ada satu dua org siswa yg memiliki nilai lebih itu memang suatu keuntungan bagi Sekolah, tetapi kelebihan tersebut hrs mendatangkan manfaat bagi kesatuan ansambel dg kewajiban tenggang rasa utk mencapai nilai keharmonisan.
Beribu2 materi pokok bahasan dpt disusun, tetapi praktek pengajaran musik yg kita laksanakan sangatlah dibatasi dg berbagai aspek perhatian secara teknis pelaksanaan, seperti: Kemampuan Pendengaran, Kemampuan Baca Musik, Kemampuan Main Musik, Kemampuan Olah Vokal, Kemampuan Ansambel serta Teori & Pengetahuan Umum Musik dlm praktek peragaan terintegrasi.
Metoda penyampaian “Kemampuan Pendengaran” dpt kita laksanakan dg menirukan berbagai kata, suku kata, terminologi musik, syair & persajakan (hitam, hittam, hitaaam, mamma, mamaaa, hijau, risau, allegro, diminuendo, meletus balon hijau hatiku amat risau, bintang kecil di langit yang tinggi,dsb); menirukan ritme dlm berbagai pola dg tepuk tangan, tepuk meja, menderapkan kaki, ucapan atas bacaan pola ritme dsb; menirukan nada & melodi sederhana baik peniruan vokal maupun menirukannya dg alat musik dlm standar frekwensi 440 Hz. Bg nada a’; menirukan akord terurai stau akord utuh dg kemampuan utk memahami akord primer melalui pernyataan visual.
Metoda penyampaian “Kemampuan Baca Musik” dpt kita laksanakan dg cara memperkenalkan ragam jenis not melalui permainan utk menyatakan perbedaan durasi: membaca pola ritme yg dirancang dlm berbagai metrum; secara bersama-sama atau sendiri2, membaca notasi melodi sederhana (staff reading) di papan tulis atau menunjuk beberapa notasi nada dlm jangkauan 1 oktaf in-C dg rancangan kemudahan utk memainkannya pd alat musik papanada klaviatur.
Metoda penyampaian “Kemampuan Main Musik” dpt kita laksanakan dg menuntut kemampuan siswa untuk memainkan ragam jenis alat musik perkusi penunjang derap sesuai dengan petunjuk (ringbells, castagnet, maracas, tambourine, drum, dsb); memainkan melodi sederhana dlm jangkauan 5 nada (C-G) pd alat musik klaviatur dg memperhatikan nomor urut penggunaan jari tangan kanan (1=jempol, 2=telunjuk, 3=jari tengah, 4=jari manis, 5=kelingking); memainkan melodi sederhana dlm jangkauan 1 oktaf pd alat musik klaviatur setidak2nya mampu memainkan tangga nada C-mayor dg urutan jari 1-2-3-1-2-3-4-5; mengenal akord & mampu memainkannya dg tangan kiri pd alat musik klaviatur setidak2nya mampu menyatakan nada atas (root) dlm berbagai kemungkinan 12 nada kromatik.
Perlu dipahami bahwa alat musik yg ideal utk praktek pengajaran musik adlh alat musik klaviatur (keyboard, piano & yg sejenisnya) krn secara tampak mata (visual) posisi nada & akord dpt dianalisis dg mudah.
Metoda penyampaian “Kemampuan Olah Vokal” dpt kita laksanakan dg menuntut kemampuan menirukan syair & kata2 guna mendapatkan kesempurnaan ucapan (khalik, wacana, affettuoso, tangwo mentong cai ichi, accelerando, Allah, terang benderang, doremifasollasido, mifasollasidoremi, eine kleine nacht musik dsb); menyanyikan solmisasi (solfegio) dg kesempurnaan pendengaran mutlak (a1=440Hz) dimulai dg doremifasol bg CDEFG, solasidore (GABCD), fasolsido bg FGABesC, remifasola bg DEFisGA sblm kelak mengenal tata baca transposisi dlm berbagai nada dasar; menyanyikan lagu dlm bhs Ind dg memperhatikan persajakan & aliterasi; menyanyikan lagu dlm bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya disamping lagu2 dlm bahasa daerah Ind dg lafal yg benar.
Metoda penyampaian “Kemampuan Ansambel” dpt kita laksanakan dg awalan ansambel ritmik dlm berbagai kemungkinan perbedaan pola ritme, perbedaan ragam alat & berbagai kemungkinan pola ritme pengiring lagu; main bersama dg awalan introduksi diselingi interlude & akhiran koda; pengenalan kalimat lagu melalui berbagai bentuk ulang (repeat) & cara baca D.S & D.C; tuntutan kemampuan ansambel dlm aransemen 4 suara (S.A.T.B).
Metoda penyampaian “ Teori dan Pengetahuan Umum Musik (TPUM)” dpt kita laksanakan secara terintegrasi dg tuntutan pengenalan berbagai lambang pernyataan bunyi sesuai dg durasi & lambang petunjuk; melukiskan notasi musik dlm not balok dg berbagai lambang petunjuk; menyatakan aba2 dlm berbagai kemungkinan metrum, baik sukat sederhana (simple time) maupun sukat bersusun (compound time); sukat lazim (common time) maupun sukat tak lazim (uncommon time); memahami berbagai terminologi musik & mampu menyatakannya dg bahasa tubuh.
Metoda penyampaian “ Pengertian Tehnik Permainan Musik” dpt kita laksanakan dg pernyataan suara & pernyataan gerak tubuh juga spt: staccato (cara main terpatah-patah/putus2) kami nyatakan dg mengaitkan jari kelingking kanan & kiri, menyentakkan ke bawah sambil mengucapkan kata “staccato”; legato (cara main bersambungan dlm 1 nafas) dg kaitan jari kelingking, badan ditekuk ke belakang dg melintasi kepala selayaknya lengkung pelangi sambil mengucapkan “legaaaato”; pizzicato (tehnik memainkan dawai dg cara dipetik) dilaksanakan dg mengutilkan telunjuk tangan kanan ke lengan kiri; arco (tehnik memainkan dawai dg cara digesek), dilaksanakan dg gerakan tangan kanan selayaknya menggesek biola.
Jauh sblm kita gunakan tikitiki yg merupakan rangkaian 4 not perenambelas (sixteenth notes) bg hitungan satu langkah perempat. Kita tlh mengenal bacaan atau ucapan titititi, titatita, tatatiti, tititata. Dlm praktek pengucapannya tdklah sesempurna tikitiki bg bacaan cepat sesuai dg tuntutan tempo yg diharapkan.
Pengujiannya dpt kita laksanakan secara langsung. Ucapkanlah titititititititi secara cepat, lalu bedakanlah dg kemudahan ucapah tikitiki; ucapkanlah titatitatitatita secara cepat lalu bedakanlah dg kemudahan ucapan tikitikitikitiki.
Demikian pula dg ucapan tatatatatatatata dibandingkan dg tikitiki. Saya melengkapi carabaca tikitiki bagi bacaan ritme lainnya yg telah saya kenal dlm forum Seminar Musik di Jepang, berkenaan dg program KMA di Ind, seperti: “Ta-a-a-an” bg bacaan ritme not utuh 4/4; “ta-an” bg bacaan not tengahan 2/4; “ta-a-an” bg bacaan ritme not 3/4; “tan” bg bacaan ritme not 1/4; “ta” atau “ka” bg bacaan ritme not 1/8.
Bagi not diam (tanda istirahat) 1/4 dinyatakan dg suara “hm”. Sekedar hitungan satu langkah senilai not bunyi perempat.
Not diam bagi pecahan nilai perdelapan & perenambelas dinyatakan dg tahanan suara lebih pendek, utk ini kita dpt menggunakan istilah “hk” atau tetap “hm”.
Not diam bg satuan not utuh 4/4 saya nyatakan dg langkah hitungan “1-2-3-4 (one,two,three,four)”; bg satuan not tengahan 2/4 dinyatakan dg hitungan “1-2 (one,two)” sedang not diam bagi not 3/4 saya nyatakan dengan “1-2-3 (one,two,three)”.
Dg cara baca bersama seluruh siswa dpt merasakan sesuatu yg baru dlm cara baca ritme yg dpt pula dikembangkan dg tepuk meja atau sepasang stik drum.
Suasananya terasa menjadi lebih menggembirakan dg cara baca ritme diatas.
Saya merekomendasikan penggunaan istilah tikitiki dlm seminar keguruan yg dilakukan & tlh dipraktekkan dlm beberapa TK (TK.Permai di Pluit, TK.Abdi Siswa di Tanjung Duren, TK.Yayasan Pupuk Kaltim di Bontang, TK.Sekolah Pelita Harapan di Lippo Karawaci).
Dibeberapa Lembaga Pendidikan Musik juga digunakan istilah tikitiki, seperti: KMA (Kursus Musik Anak-anak) di Yamaha; KUDAMA (Kursus Dasar Musik bagi Anak-anak) di YASMI; PEMUKA (Pendidikan Musik Anak-anak) di YPPM; KPMA (Kursus Persiapan Musik Anak-anak) di Medan Musik; KMA di SM Gloriamus; MUSIK BERKELOMPOK di Yayasan Seni Indonesia (YSI) & di SM Abdi Siswa.
Mahasiswa jurusan Musik Universitas Pelita Harapan (UPH) jg dibekali dg pengenalan & penggunaan istilah tikitiki. Dan pd tgl 2 Feb 2002 istilah ini jg digunakan & diperkenalkan dlm forum Workshop bg Guru-guru National Plus School yg dg antusias diikuti oleh lebih dari 20 sekolah dari berbagai kota bertempat di Sekolah Pelita Harapan (SPH) Lippo Karawaci.
Beberapa contoh dlm paduan ritme:
1. 4/4 tan tan tan tan
2. 4/4 tan taka tan hm
3. 4/4 taka hmka taka hm
4. 4/4 taka taka tan hm
5. 4/4 tahm tahm tikitiki tan
6. 4/4 tan taka tan hm
7. 4/4 taka hmka tan hm
8. 4/4 tan tan tan hm
9. 4/4 tan tikitiki tan hm
10. 4/4 taka hmka tan hm
11. 4/4 hmka hmka taka hm
12. 4/4 tahm tahm tikika hm
Demikian seterusnya
bersambung...
GBPP yg menjadi landasan kurikulum berjenjang, mulai Pengajaran Musik bg usia TK, SD, SMP hingga SMU yg saling berhubungan dlm menuju ke Lembaga Pendidikan Musik Formal mgkn kelak akan menjadi pilihan siswa dlm melanjutkan ketrampilannya di bidang musik, seperti: Sekolah Menengah Kejuruan Musik (SMM), Akademi Musik, Fakultas Seni Jurusan Musik, dll.
Sering terjadi diantara sekolah yg menamakan diri sbg Sekolah “plus” menerapkan pengajaran musik selayaknya Sekolah Musik Formal. Kesalahpahaman ini perlu kita garis bawahi agar pelajaran musik bg siswa serasa ringan & menyenangkan & merupakan terapi ketegangan dlm mempelajari pelajaran dari bid.studi lainnya.
Adl sesuatu hal yg benar apabila musik dimasukkan kedlm kurikulum pendidikan yg setara dgn mata pelajaran lainnya sebab musik atau pelajaran musik merupakan salah satu benteng pertahanan budi pekerti yg bernilai psikologis dlm pembentukkan watak warga Negara secara umum.
Musik Sekolah perlu dihargai sbg bagian yg sejajar dgn pelajaran lainnya, bkn sbg pelajaran sampingan.
Byk Guru bahkan Kepsek yg bersikap apriori atas pelajaran musik sekolah. Hal ini mgkn terbawa pengalaman masa lampau yg tdk akrab dgn musik & tdk berkesempatan mendapatkan Guru Musik yg berkualitas, atau kemungkinan besar telah mendapatkan pengalaman bahwa pelajaran musik masa lampau sdh ditanami benih yg salah.
Pelajaran musik sekolah bukanlah pelajaran ketrampilan memainkan alat musik melainkan pelajaran dasar musik dibantu atau dinyatakan dgn alat musik sbg alat peraganya, seorang anak (siswa) dpt memainkan rekorder, pianika atau alat musik lainnya semata-mata sbg peragaan pengetahuan dasar musik dlm praktek, bkn sbg tujuan.
Inti pelajaran musik sekolah adalah merupakan pemahaman & pemantapan atas berbagai pengetahuan dasar musik: latihan dasar & pemantapan kemampuan pendengaran musik melalui dikte nada, melodi & ritme, latihan & pemantapan kemampuan baca musik melalui bacaan berbagai notasi nada, pola ritme, melodi & akord dasar, latihan & pemantapan kemampuan main musik melalui berbagai kemungkinan penggunaan ragam jenis alat musik peraga, seperti berbagai jenis alat musik penunjang ritmik, rekorder, pianika dll dgn tehnik yg benar; pemantapan kemampuan vokal melalui berbagai latihan teknis dasar vokal menyanyikan lagu dlm solmisasi (solfegio) & syair berbagai bahasa yg dinyatakan dgn ucapan yg benar; pemantapan kemampuan teori & pengetahuan umum musik meliputi pemahaman not, nada, tangganada, dinamik, tempo, agogik, tehnik dlm berbagai terminologi, pengenalan lagu Kebangsaan & lagu Nasional lainnya.
Guru sbg Sumber Belajar mengajarkan musik dg berbagai problematiknya guna membangkitkan daya apresiasi musik siswanya selaku Warga Belajar serta memberikan landasan pengetahuan dasar musik sbg bagian dari kurikulum sekolah umum. Ide pokoknya adl mempersatukan persepsi musik yg menganalisis tentang dinamik, pengetahuan notasi, pengenal nada, tempo, agogik dll yg tdk perlu mengadopsi pelajaran musik setara akademik atau kesetaraan pendidikan kejuruan musik formal.
Melalui pengetahuan musik yg sangat mendasar Guru mengantarkan siswanya dan memberikan panduan seandainya diantara mereka muncul minat untuk mempelajari musik yg lebih mendalam. Dg penyampaian bahan yg tdk terlalu berat maka pelajaran musik sekolah akan terasa menyenangkan.
Harus pula diingat bahwa siswa hadir dari berbagai lingkungan, ada yang dari keluarga musik, ada yg pernah belajar musik, ada yg hadir dari sekolah lain tanpa pengalaman pelajaran musik sedikitpun kecuali nyanyi bersama dg bimbingan sekedarnya, bahkan ada yg hadir dari suatu lembaga pendidikan dg kenyataan apriori terhadap musik. Maka tugas gurulah yg hrs mempertemukan kondisi sejumlah siswa asuhannya dg latar belakang yg berbeda-beda.
Guru musik Sekolah Umum seyogyanya tdk berpikir utk menghasilkan kadar ketrampilan tinggi, melainkan menjadikan siswanya mampu beradaptasi dalam forum ansambel sekolah yg mengajarkan disiplin & tata organisasi selayaknya organisasi kenegaraan ukuran mini dlm suatu paduan yg harmonis. Bahwa ada satu dua org siswa yg memiliki nilai lebih itu memang suatu keuntungan bagi Sekolah, tetapi kelebihan tersebut hrs mendatangkan manfaat bagi kesatuan ansambel dg kewajiban tenggang rasa utk mencapai nilai keharmonisan.
Beribu2 materi pokok bahasan dpt disusun, tetapi praktek pengajaran musik yg kita laksanakan sangatlah dibatasi dg berbagai aspek perhatian secara teknis pelaksanaan, seperti: Kemampuan Pendengaran, Kemampuan Baca Musik, Kemampuan Main Musik, Kemampuan Olah Vokal, Kemampuan Ansambel serta Teori & Pengetahuan Umum Musik dlm praktek peragaan terintegrasi.
Metoda penyampaian “Kemampuan Pendengaran” dpt kita laksanakan dg menirukan berbagai kata, suku kata, terminologi musik, syair & persajakan (hitam, hittam, hitaaam, mamma, mamaaa, hijau, risau, allegro, diminuendo, meletus balon hijau hatiku amat risau, bintang kecil di langit yang tinggi,dsb); menirukan ritme dlm berbagai pola dg tepuk tangan, tepuk meja, menderapkan kaki, ucapan atas bacaan pola ritme dsb; menirukan nada & melodi sederhana baik peniruan vokal maupun menirukannya dg alat musik dlm standar frekwensi 440 Hz. Bg nada a’; menirukan akord terurai stau akord utuh dg kemampuan utk memahami akord primer melalui pernyataan visual.
Metoda penyampaian “Kemampuan Baca Musik” dpt kita laksanakan dg cara memperkenalkan ragam jenis not melalui permainan utk menyatakan perbedaan durasi: membaca pola ritme yg dirancang dlm berbagai metrum; secara bersama-sama atau sendiri2, membaca notasi melodi sederhana (staff reading) di papan tulis atau menunjuk beberapa notasi nada dlm jangkauan 1 oktaf in-C dg rancangan kemudahan utk memainkannya pd alat musik papanada klaviatur.
Metoda penyampaian “Kemampuan Main Musik” dpt kita laksanakan dg menuntut kemampuan siswa untuk memainkan ragam jenis alat musik perkusi penunjang derap sesuai dengan petunjuk (ringbells, castagnet, maracas, tambourine, drum, dsb); memainkan melodi sederhana dlm jangkauan 5 nada (C-G) pd alat musik klaviatur dg memperhatikan nomor urut penggunaan jari tangan kanan (1=jempol, 2=telunjuk, 3=jari tengah, 4=jari manis, 5=kelingking); memainkan melodi sederhana dlm jangkauan 1 oktaf pd alat musik klaviatur setidak2nya mampu memainkan tangga nada C-mayor dg urutan jari 1-2-3-1-2-3-4-5; mengenal akord & mampu memainkannya dg tangan kiri pd alat musik klaviatur setidak2nya mampu menyatakan nada atas (root) dlm berbagai kemungkinan 12 nada kromatik.
Perlu dipahami bahwa alat musik yg ideal utk praktek pengajaran musik adlh alat musik klaviatur (keyboard, piano & yg sejenisnya) krn secara tampak mata (visual) posisi nada & akord dpt dianalisis dg mudah.
Metoda penyampaian “Kemampuan Olah Vokal” dpt kita laksanakan dg menuntut kemampuan menirukan syair & kata2 guna mendapatkan kesempurnaan ucapan (khalik, wacana, affettuoso, tangwo mentong cai ichi, accelerando, Allah, terang benderang, doremifasollasido, mifasollasidoremi, eine kleine nacht musik dsb); menyanyikan solmisasi (solfegio) dg kesempurnaan pendengaran mutlak (a1=440Hz) dimulai dg doremifasol bg CDEFG, solasidore (GABCD), fasolsido bg FGABesC, remifasola bg DEFisGA sblm kelak mengenal tata baca transposisi dlm berbagai nada dasar; menyanyikan lagu dlm bhs Ind dg memperhatikan persajakan & aliterasi; menyanyikan lagu dlm bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya disamping lagu2 dlm bahasa daerah Ind dg lafal yg benar.
Metoda penyampaian “Kemampuan Ansambel” dpt kita laksanakan dg awalan ansambel ritmik dlm berbagai kemungkinan perbedaan pola ritme, perbedaan ragam alat & berbagai kemungkinan pola ritme pengiring lagu; main bersama dg awalan introduksi diselingi interlude & akhiran koda; pengenalan kalimat lagu melalui berbagai bentuk ulang (repeat) & cara baca D.S & D.C; tuntutan kemampuan ansambel dlm aransemen 4 suara (S.A.T.B).
Metoda penyampaian “ Teori dan Pengetahuan Umum Musik (TPUM)” dpt kita laksanakan secara terintegrasi dg tuntutan pengenalan berbagai lambang pernyataan bunyi sesuai dg durasi & lambang petunjuk; melukiskan notasi musik dlm not balok dg berbagai lambang petunjuk; menyatakan aba2 dlm berbagai kemungkinan metrum, baik sukat sederhana (simple time) maupun sukat bersusun (compound time); sukat lazim (common time) maupun sukat tak lazim (uncommon time); memahami berbagai terminologi musik & mampu menyatakannya dg bahasa tubuh.
Metoda penyampaian “ Pengertian Tehnik Permainan Musik” dpt kita laksanakan dg pernyataan suara & pernyataan gerak tubuh juga spt: staccato (cara main terpatah-patah/putus2) kami nyatakan dg mengaitkan jari kelingking kanan & kiri, menyentakkan ke bawah sambil mengucapkan kata “staccato”; legato (cara main bersambungan dlm 1 nafas) dg kaitan jari kelingking, badan ditekuk ke belakang dg melintasi kepala selayaknya lengkung pelangi sambil mengucapkan “legaaaato”; pizzicato (tehnik memainkan dawai dg cara dipetik) dilaksanakan dg mengutilkan telunjuk tangan kanan ke lengan kiri; arco (tehnik memainkan dawai dg cara digesek), dilaksanakan dg gerakan tangan kanan selayaknya menggesek biola.
Jauh sblm kita gunakan tikitiki yg merupakan rangkaian 4 not perenambelas (sixteenth notes) bg hitungan satu langkah perempat. Kita tlh mengenal bacaan atau ucapan titititi, titatita, tatatiti, tititata. Dlm praktek pengucapannya tdklah sesempurna tikitiki bg bacaan cepat sesuai dg tuntutan tempo yg diharapkan.
Pengujiannya dpt kita laksanakan secara langsung. Ucapkanlah titititititititi secara cepat, lalu bedakanlah dg kemudahan ucapah tikitiki; ucapkanlah titatitatitatita secara cepat lalu bedakanlah dg kemudahan ucapan tikitikitikitiki.
Demikian pula dg ucapan tatatatatatatata dibandingkan dg tikitiki. Saya melengkapi carabaca tikitiki bagi bacaan ritme lainnya yg telah saya kenal dlm forum Seminar Musik di Jepang, berkenaan dg program KMA di Ind, seperti: “Ta-a-a-an” bg bacaan ritme not utuh 4/4; “ta-an” bg bacaan not tengahan 2/4; “ta-a-an” bg bacaan ritme not 3/4; “tan” bg bacaan ritme not 1/4; “ta” atau “ka” bg bacaan ritme not 1/8.
Bagi not diam (tanda istirahat) 1/4 dinyatakan dg suara “hm”. Sekedar hitungan satu langkah senilai not bunyi perempat.
Not diam bagi pecahan nilai perdelapan & perenambelas dinyatakan dg tahanan suara lebih pendek, utk ini kita dpt menggunakan istilah “hk” atau tetap “hm”.
Not diam bg satuan not utuh 4/4 saya nyatakan dg langkah hitungan “1-2-3-4 (one,two,three,four)”; bg satuan not tengahan 2/4 dinyatakan dg hitungan “1-2 (one,two)” sedang not diam bagi not 3/4 saya nyatakan dengan “1-2-3 (one,two,three)”.
Dg cara baca bersama seluruh siswa dpt merasakan sesuatu yg baru dlm cara baca ritme yg dpt pula dikembangkan dg tepuk meja atau sepasang stik drum.
Suasananya terasa menjadi lebih menggembirakan dg cara baca ritme diatas.
Saya merekomendasikan penggunaan istilah tikitiki dlm seminar keguruan yg dilakukan & tlh dipraktekkan dlm beberapa TK (TK.Permai di Pluit, TK.Abdi Siswa di Tanjung Duren, TK.Yayasan Pupuk Kaltim di Bontang, TK.Sekolah Pelita Harapan di Lippo Karawaci).
Dibeberapa Lembaga Pendidikan Musik juga digunakan istilah tikitiki, seperti: KMA (Kursus Musik Anak-anak) di Yamaha; KUDAMA (Kursus Dasar Musik bagi Anak-anak) di YASMI; PEMUKA (Pendidikan Musik Anak-anak) di YPPM; KPMA (Kursus Persiapan Musik Anak-anak) di Medan Musik; KMA di SM Gloriamus; MUSIK BERKELOMPOK di Yayasan Seni Indonesia (YSI) & di SM Abdi Siswa.
Mahasiswa jurusan Musik Universitas Pelita Harapan (UPH) jg dibekali dg pengenalan & penggunaan istilah tikitiki. Dan pd tgl 2 Feb 2002 istilah ini jg digunakan & diperkenalkan dlm forum Workshop bg Guru-guru National Plus School yg dg antusias diikuti oleh lebih dari 20 sekolah dari berbagai kota bertempat di Sekolah Pelita Harapan (SPH) Lippo Karawaci.
Beberapa contoh dlm paduan ritme:
1. 4/4 tan tan tan tan
2. 4/4 tan taka tan hm
3. 4/4 taka hmka taka hm
4. 4/4 taka taka tan hm
5. 4/4 tahm tahm tikitiki tan
6. 4/4 tan taka tan hm
7. 4/4 taka hmka tan hm
8. 4/4 tan tan tan hm
9. 4/4 tan tikitiki tan hm
10. 4/4 taka hmka tan hm
11. 4/4 hmka hmka taka hm
12. 4/4 tahm tahm tikika hm
Demikian seterusnya
bersambung...
Musik Barok (1600 – 1750)
Musik Barok (1600 – 1750)
Oleh: Tono Rachmad P.H.
(Terjemahan bebas dari buku Music Anappreciation by Roger Kamien, Mc Graw-Hill Book Company, New York, 1998)
1. Musik Dalam Kehidupan Masyarakat Jaman Barok
Sebelum tahun 1800, kebanyakan musik dibuat atas pesanan dari kalangan bangsawan maupun gereja. Gedung-gedung opera dan lembaga-lembaga pemerintah juga membutuhkan musik. Para pendengar senantiasa menantikan musik yang baru, mereka kurang menyukai musik yang sudah lama atau “old fashion style”.
Kalangan penguasa pada masa itu, memiliki adalah lapisan masyarakat yang memiliki kekayaan dan kekuatan. Sebagai gambaran keadaan di Jerman yang pada waktu itu terbagi menjadi 300 wilayah pemerintahan. Para penguasa di masing-masing wilayah ini hidup dalam kemewahan, ditandai oleh tempat tinggal yang bagus, dan sajian musik yang istimewa. Mereka amat membutuhkan hiburan untuk mengisi waktu luang dan menghilangkan kejenuhan.
Musik menempati posisi tersendiri dalam kehidupan kaum bangsawan/penguasa pada waktu itu. Di satu istana paling tidak memiliki satu grup orchestra, satu grup paduan suara untuk peribadatan dan para penyanyi opera. Semakin kaya bangsawan tersebut maka semakin besar pula jumlah orang-orang yang terlibat dalam kegiatan music di istana. Sebagai gambaran, Bach memimpin delapan belas orang pemain orkes pada tahun 1717 di sebuah istana kecil di Jerman. Bangsawan lain bisa memiliki pegawai music lebih dari delapan puluh orang. Di setiap istana tersebut ada music director yang bertugas untuk mengarahkan para pemain musik, mencipta dan menyiapkan music untuk berbagai keperluan seperti keperluan ibadah, jamuan makan, opera maupun konserl di istana. Pekerjaan ini masih ditambah lagi dengan tanggung jawab terhadap disiplin para musisi, pemeliharaan peralatan musik, dan perpustakaan musik.
Pekerjaan sebagai music director di satu sisi merupakan pekerjaan yang menguntungkan, karena memperoleh gaji yang cukup tinggi, dan setiap karya yang diciptakannya akan dimainkan. Namun demikian mereka tetap merupakan lapisan masyarakat pekerja, yang tugasnya melayani kalangan atas/aristokrat. Mereka bekerja untuk memenuhi selera kaum bangsawan.
Gereja juga membutuhkan music. Masyarakat umum memperoleh layanan music melalui gereja, karena jarang gedung pertunjukan musik untuk masyarakat. Mereka juga jarang diundang untuk menikmati musik di istana. Di Gereja juga ada music director yang bertugas untuk membuat musik, dan bertanggung jawab terhadap paduan suara anak laki-laki (choirboys) gereja.
Musisi gereja memperoleh penghasilan yang lebih rendah dibandingkan mereka yang bekerja di istana. Untuk bertahan hidup mereka mencari kayu bakar dan biji-bijian, serta memperoleh penghasilan tambahan bila ada pernikahan atau pemakaman.
Di sejumlah kota besar, kebutuhan musik lebih bervariasi. Para musisi bekerja untuk gereja, prosesi pemakaman, pernikahan, acara wisuda atau konser menyambut tamu agung. Mereka bermain musik dengan para mahasiswa atau pemain musik amatir lainnya di kedai kopi atau di rumah.
Bagaimana seseorang bisa menjadi musisi pada era Barok? Sebagian composer merupakan anak dari keluarga musisi pula, contohnya adalah Bach, Vivaldi, Purcell dan Rameau. Mereka belajar dari orangtua atau kerabat mereka. Di kota, anak laki-laki memiliki kesempatan untuk magang dari para musisi, sebagai timbal baliknya mereka membantu para musisi ini untuk foto copi partitur. Di Italy para musisi juga datang membantu mengajar paduan suara untuk anak-anak yatim dan orang miskin di panti asuhan. Sebagian dari mereka juga berhasil menjadi pemain musik dan penyanyi opera.
Untuk menjadi musisi, seseorang harus melampaui tes yang sulit, membuat komposisi dan menyajikan musik. Mereka dituntut untuk bisa memenuhi kebutuhan musik yang diinginkan, dengan kualitas yang tinggi. Komposer merupakan bagian yang integral dalam kehidupan masyarakat barok, yang bekerja untuk Istana, gereja, kebutuhan kota dan pertunjukan opera yang komersial.
2. Karakteristik Umum Musik Barok
a. Unity of mood
Kebanyakan karya-karya barok khususnya instrumental memiliki satu kesan mood atau perasaan yang menyatu. Misalnya suatu karya musik diawali dengan rasa bahagia, maka musik tersebut juga terus berlangsung untuk membangun rasa bahagia dari awal hingga akhir. Komposer menggunakan irama dan pola melodi tertentu untuk menggambarkan suatu perasaan tertentu.
Karakteristik ini tidak berlaku untuk kebanyakan karya vocal jaman Barok. Syair lagu akan menentukan perubahan mood. Perubahan mood yang drastis dapat terjadi bila syair lagu menggambarkan perubahan pula. Namun demikian kebanyakan perubahan itu terjadi setelah satu gambaran perasaan dinyanyikan dalam durasi waktu yang panjang.
b. Irama
Pola ritmik yang terdapat pada bagian awal sebuah karya musik barok, biasanya akan diulangi terus sepanjang karya. Keberlanjutan gerak ritmik tersebut memungkinkan musik barok memperoleh energi dan arah untuk terus bergerak maju. Jarang ada karya Barok yang aliraran musiknya terganggu. Perasaan ketukan/beat pada karya-karya jaman Barok lebih nyata dibandingkan karya pada masa renaissance.
c. Melody
Melodi pada musik barok juga menghasilkan perasaan berkelanjutan. Suatu melodi yang diperdengarkan diawal karya akan terdengar lagi secara berulang di sepanjang karya. Melalui pengolahan melodi seperti repetisi, sekuens dan ornamentasi, sebuah frase melodi pendek akan menjadi lebih panjang dan mengalir. Melodi jaman Barok memberikan impresi ekspansi dinamika dibandingkan keseimbangan dan simetri.
d. Terraced dinamik
Sejalan dengan pengolahan irama dan melodi, dinamika pada musik barok juga mementingkan aspek kontinuitas atau keberlanjutan terus menerus. Volume suara dipertahankan pada level tertentu untuk waktu yang agak panjang. Bila terjadi perubahan maka perubahan itu memasuki level yang lebih tinggi biasanya terjadi secara langsung tidak bertahap, seperti pindah dari satu tingkat kekuatan/volume bunyi ke tingkat volume bunyi yang lebih tinggi di atasnya. Perubahan cresscendo dan decressendo tidak lazim pada musik Barok.
e. Tekstur
Musik akhir jaman Barok kebanyakan memiliki tekstur poliphoni, dimana dua atau lebih jalur suara saling berkompetisi untuk menarik perhatian pendengar. Biasanya jalur suara sopran dan bas adalah jalur suara yang penting. Imitasi melodi pada jalur suara satu ke jalur suara yang lain adalah fenomena yang lazim. Walaupun demikian tidak semua musik akhir jaman Barok bertekstur poliphoni. Ada juga karya yang menggunakan kombinasi poliphoni dan homophoni, seperti pada beberapa karya Handel dan karya-karya vocal jaman Barok
f. Akor dan Basso Continuo
Akor (Chord) menjadi sesuatu yang penting mulai jaman Barok. Bila pada masa sebelumnya keberlanjutan nada yang membentuk keindahan satu alur melodi secara horisontal lebih dipentingkan, pada jaman Barok perhatian dalam membuat melodi sudah didasari oleh keberadaan suara bas sebagai dasar dalam penyusunan melodi. Seringkali composer menciptakan melodi yang sesuai dengan akor yang diinginkan.
Perhatian terhadap akor juga berimplikasi pada munculnya karakteristik lain yakni “basso continuo”.Basso continuo atau figured bass merupakan iringan (accompaniment) yang ditulis dalam bentuk suara bas dan symbol angka yang menggambarkan nada-nada bagian suatu akor yang boleh dimainkan dalam bentuk improvisasi. Biasanya dimainkan paling tidak oleh dua instrument yakni organ atau harpsichord dan instrument yang bersuara rendah seperti cello atau bassoon. Dengan tangan kirinya para pemain organ memainkan suara bass demikian pula dengan pemain cello atau bassoon, sementara tangan kanan memainkan improvisasi akor. Dengan basso continuo ini para pemain musik tidak direpotkan dengan tulisan yang kompleks karena mereka cukup membaca symbol angka saja.
g. Syair dan Musik
Sebagaimana halnya komposer jaman renaissance, komposer jaman barok juga menggunakan musik untuk menggambarkan kata-kata. Misalnya surga digambarkan dengan nada tinggi, sementara neraka dengan nada-nada yang rendah. Komposer barok seringkali menggunakan not yang banyak dan padat untuk satu suku kata, untuk mendorong penyanyi menunjukkan virtuositas atau kehebatannya dalam teknik menyanyi. Kata-kata atau kalimat tertentu dapat diulangi beberapa kali sepanjang musiknya.
h. Orkestra Barok
Pada periode Barok orchestra masih didominasi oleh string instrument. Dalam standard modern, orchestra barok terdiri dari sepuluh sampai tiga puluh atau empat puluh pemain. Inti orchestra yakni basso continuo (harpsichord dengan cello, double bass atau bassoon) dan upper strings ( violin satu, violin 2 dan viola).Penggunaan instrument tiup kayu, tiup logam dan perkusi bervariasi tergantung karya dan komposer.
3. Fugue
Fugue adalah satu komposisi poliphoni yang didasari oleh satu tema utama disebut subject. Fugue bisa dibuat untuk karya instrumen maupun karya vokal. Tekstur fugue biasanya terdiri dari tiga, empat atau lima jalur suara. Subject bisa diimitasi oleh berbagai jalur suara. Walaupun keberadaan subject di sepanjang fugue menyiratkan keberlanjutan, tetapi variasi ritmik, melodi dan perpindahan tangga nada memberikan kesan makna yang berbeda di sepanjang karya.
Pada banyak fugue subject pada satu jalur suara biasanya diringi oleh jalur melodi lain yang memiliki ide melodi berbeda disebut counter melody. Counter melody selalu hadir bersama-sama subject baik dalam jalur suara di bawahnya maupun di atasnya.
Sesudah pembukaan saat setiap suara mendapatkan giliran menyajikan subject, composer bebas untuk memutuskan berapa banyak subject diulangi, pada jalur suara mana, dan dalam tonalitas apa saja
Apresiasi Musik Jazz: Memahami Musik Ragtime 2
Spring board: Struktur Melodi
Struktur melodi dalam 32 ruas birama yang menjadi ciri di bagian isi komposisi Ragtime, yakni yang terdapat didalam pola A,B,C, dan seterusnya (tidak termasuk introduksi, interlude, dan penutup) memberi kesan matematis. Sebagai contoh pada pola A Karya The Entertainer, struktur melodinya dapat dipecah menjadi kalimat-kalimat melodi (frase) yang sama dalam hal jumlah ruas biramanya. Pemecahan bagian A tersebut dapat dikelompokan menjadi beberapa frase dan subfrase.
Pertama, adalah pemecahan frase pada pola A (32 ruas birama) menjadi 2 sub frase (masing-masing 16 ruas birama), sehingga dapat disebut sebagai dua subfrase yakni, A1 dan A2. Subfrase pertama (A1) terkesan sebagai ‘pernyataan’ yang membutuhkan subfrase kedua (A2) sebagai ‘penegasan’-nya yang sekaligus sebagai subfrase penyelesaian. Bila frase ini dituliskan alurnya, menjadi:
Frase A
subfrase A2
penegasan/penyelesaian
16 birama
subfrase A1
pernyataan
16 birama
Kedua, adalah pemecahan setiap subfrase tersebut (A1 dan A2), masing-masing menjadi 2 subsubfrase. Setiap subsubfrase memberi kesan pengulangan yang tidak sama. A1 sebagai frase pernyataan (16 ruas birama) dan A2 sebagai frase penegasan/penyelesaian (16) ruas birama), yang dapat diurai lagi menjadi:
sub-subfrase A1-1
pengulangan yang sama
8 birama
sub-subfrase A2-1
pengulangan yang sama
8 birama
Frase A
subfrase A2
penegasan/penyelesaian
16 birama
subfrase A1
pernyataan
16 birama
sub-subfrase A2-2
pengulangan yang tidak sama
8 birama
sub-subfrase A1-2
pengulangan yang tidak sama
8 birama
Ciri Call and Respon pada musik Ragtime ditandai dengan perbedaan 1 oktaf antara Call (4 ruas birama) dengan Respon (4 ruas birama). Perbedaan wilayah 1 oktaf antara Call dengan Respon ini, dikenal juga sebagai Echo Phrase.
Spring board: Struktur Harmoni
Struktur harmoni Ragtime umumnya berdasarkan pada akor-akor dasar (akor-akor tingkat I,IV, dan V). Tetapi, akor-akor dasar itu juga divariasikan dengan menggunakan beberapa variasi akor seperti dobel dominan (VV), dominan septime (V7), tonika paralel dari mayor ke minor, serta variasi akor dengan kromatik bas yang turun atau naik. Hal ini dapat kita dengarkan pada lagu The Entertainer dari Album CD Scott Joplin’s Plays Piano, Produksi Musical Collection International Ltd., Emporio Label, 1994, terutama pada pola A sebagai spring board-nya.
Pada pola lainnya selain pola A, umumnya salah satu dari pola-pola itu mengalami modulasi ke dominan dan subdominan. Hal ini dapat kita jumpai misalnya pada pola C pada lagu Original Rag dari Scott Joplin. Pola C ini, mengalami modulasi dari tonalitas dasarnya (home key) ke tonalitas baru, yakni ke sub dominan (tingkat IV).
Perubahan harmoni dari tonalitas dasar (home) ke tonalitas baru (modulasi) dimaksudkan untuk menghindari suatu suasana yang monoton. Demikian pula untuk penggunaan variasi akor yang sering terdengar di setiap polanya. Disamping untuk menghindari suasana yang monoton, penggunaan variasi akor dan modulasi juga dimaksudkan sebagai trick pertunjukkan agar terkesan mena
Aspek irama (rhythm) Dalam Ragtime struktur melodi yang berisi frase dan subfrase tersebut, terkesan kontras dengan struktur irama (rhythm)dupel sebagai bingkai ketukan dasarnya. Kesan kontras yang terjadi antara struktur melodi dengan struktur irama seperti ini, pada akhirnya juga menimbulkan kesan ketidak-selarasan antara aksen ketukan kuat-lemah pada struktur irama dengan aksen kuat-lemah pada struktur melodi. Kesan yang muncul dari aksentuasi ketukan pada struktur melodi terasa seperti melayang (sinkop) dan memberi efek poliritmik. Sebagai contoh, kita perhatikan potongan struktur irama dari pola A suatu karya Ragtime
Sekilas tentang tokoh Ragtime: Scott Joplin
Tokoh satu ini dikenal sebagai King of Ragtime. Scott Joplin lahir dekat kota Linden, Texas pada tanggal 24 November 1868. Pada usia sekitar 7 tahun, Scott Joplin pindah ke Texarkana bersama keluarganya. Pada usianya yang masih sangat muda itu, ternyata Joplin telah memiliki bakat yang luar biasa di bidang musik. Dengan dukungan orang tuanya, Scott Joplin mengembangkan talentanya. Diusianya yang masih muda itu dia telah menguasai instrumen banjo dan juga mulai belajar piano. Pada usia 11 tahun, Joplin belajar harmoni dan gaya musik dengan Julius Weiss. Di usia remaja ia telah bekerja sebagai musisi tari. Beberapa tahun kemudian Joplin pindah profesi untuk bekerja sebagai pemain piano di bar. Tahun 1890, Scott Joplin pindah ke St. Louis untuk memperdalam musik Ragtime, yakni suatu genre musik yang mengkombinasikan antara harmoni dan irama Afrika-Amerika dengan gaya klasik Eropa. Beberapa tahun kemudian, ia pun melakukan tour musiknya ke beberapa tempat di Amerika, seperti Columbia, Chiccago, Sedalia-Missouri, serta New York.
Dimasa hidupnya ia telah menulis sekitar 600 lagu Ragtime dan juga karya untuk ballet dan dua karya opera. Karya operanya yang pertama, yakni A Guest Of Honor dibuat pada tahun 1903, dan 4 tahun berikutnya ia membuat karya operanya yang kedua, yakni Treemonisha (New York, 1907). Namun kedua karya operanya tersebut tidak pernah dipagelarkan didepan publik.
Karya piano Joplin yang sangat terkenal adalah Maple Leaf Rag. Karya yang diciptakan ketika dia bekerja di klub Maple Leaf, Sedalia. Karyanya itu dipublikasikan pada tahun 1899 dan terjual hingga ratusan ribu kopi. Suksesnya karya tersebut, menyebabkan Joplin meninggalkan pekerjaannya sebagai pianis dan pindah ke St. Louis untuk menggeluti profesi baru sebagai pengajar sekaligus komposer.
Tahun 1909 Scott Joplin hijrah ke New York hingga akhir hayatnya. Menurunnya kesuksesan dan kondisi kesehatan menyebabkan Joplin harus masuk rumah sakit di Manhattan pada tahun 1916. Setahun kemudian atau tepatnya 1 April 1917, Joplin meninggal dunia.
Meskipun Scott Joplin telah memperoleh kesuksesan hidupnya, namun selama lebih dari 50 tahun setelah kematiannya, ia tidak pernah mendapat tempat di masyarakat sebagai seorang komposer serius. Penghargaan dianugrahkan padanya baru muncul ketika di tahun 1973, musiknya digunakan dalam film The Sting serta memperoleh penghargaan Academy Award. Tiga tahun kemudian yakni pada tahun 1976, karya opera Scott Joplin yang berjudul Treemonisha juga mendapatkan penghargaanpulitzer .
Karya Scott Joplin: Maple Leaf Rag
Karya Maple Leaf Rag merupakan contoh klasik terbaik dari musik Ragtime. Karya yang berdurasi sekitar 3 menit ini mempunyai standar Ragtime yang terdiri atas bagian A-A’-B-B’-A-C-C’-A-A’.
Dalam rekaman lain, form dari Maple Leaf Rag ini memiliki struktur yang sedikit berbeda, yakni: A-A-B-B-A-C-C-D-D.
Perbedaan form ini tampaknya berhubungan dengan kemasan sajian. Untuk bentuk yang pertama (A-A-B-B-C-C-A-A) dibuat untuk kebutuhan permainan piano. Sementara untuk bentuk yang ke-dua (A-A-B-B-A-C-C-D-D), dibuat untuk sajian marching band dengan tempo yang lebih cepat (sebagai kekhasan sajian mars).
Karya ini tidak memiliki introduksi, interlude, atau bagian penutup seperti layaknya karya-karya Ragtime Scott Joplin lainnya, sehingga dapat memudahkan kita untuk memahami struktur bentuk karya Ragtime tersebut. Setiap bagian terdiri atas 32 ruas birama dan melodinya didasarkan pada irama mars dengan tempo yang cepat.
Bagian A diolah dengan mengubah-ubah register (wilayah nada). Cara ini memberi kesan adanya efek timbal-balik, walaupun kalimat melodi pada kedua register yang berbeda itu merupakan kalimat ulangan.
Demikian pula pada kalimat melodi di bagian keduanya juga menggunakan permainan register yang berbeda serta bergerak turun. Sementara pada bagian ketigana terjadi modulasi ke tonalitas baru. Perubahan tonalitas ini, untuk memberi kesan suasana yang berbeda.
Sebagai pelengkap untuk studi Ragtime, berikut ini dilampirkan skrip Maple Leaf Rag untuk permainan piano yang diambil dari situs internet.
Karya Scott Joplin lainnya: Great Crush Collesion
Karya ini merupakan salahsatu dari karya-karya awalnya. Diciptakan sebagai peringatan tentang sebuah peristiwa kecelakaan yang pernah terjadi dekat Waco, Texas, sekitar bulan September tahun 1896. Memiliki bentuk yang unik, serta khas sebagai bentuk karya untuk permainan marching band, yakni:
Introduksi-A-A-B-B-C-C-D-D-E-jeda-D-D-E-Jeda-D-D
Keunikan yang terdapat pada karya ini antara lain adalah penggunaan alat-alat musik yang tidak lazim, seperti lonceng dan peluit. Bunyi yang dihasilkan oleh kedua alat tersebut, seolah-olah ingin meng-gam-barkan profil kereta api yang menjadi gagasan utama karya ini. Profil kereta api juga diangkat melalui irama dupel yang beraksen kuat dengan tempo yang cepat. Seolah-olah menggambarkan gerak kereta yang sedang berjalan.
Sementara keunikan lainnya, diantara perpindahan bagian E ke D, disisipkan jeda. Jeda digunakan sebagai klimaks dari struktur harmoni yang kacau dan tidak beraturan. Kekacauan harmoni ini, seolah-olah menggambarkan saat kecelakaan kereta api itu terjadi. Sementara pengulangan bagian D dan E, seolah-olah sebagai gambaran tentang bayangan kecelakaan yang traumatik.
Karya Scott Joplin lainnya: Harmony Club Waltz
Karya ini tidak seperti lazimnya karya Ragtime yang berirama dupel. Irama tripel yang terdapat pada karya ini memberi kesan tentang pengaruh gaya musik romantik Eropa yang kuat. Kita dapat memperhatikannya pada gaya permainan piano (terutama pada bagian introduksinya yang rubato). Permainan semacam itu mengingatkan kita pada gaya permainan piano romantik abad 19 di Eropa. Walaupun demikian, gaya Ragtime yang ditampilkan dalam irama tripel (Oom-pah-pah), masih dapat kita rasakan sebagai gaya Ragtime yang kental.
\
Daftar Pustaka:
Szwed, John F. Memahami dan Menikmati JAZZ. PT Gramedia. Jakarta. 2008.
Edmund Prier, Karl. Ilmu Bentuk Musik. Pusat Ilmu liturgi.Yogyakarta. 2004
Dunsby, Jonathan. Music Analysis. Faber Music. London. 1988
Carr, ian. Jazz. the Rough Guide. London. 1995
Berendt, Joachim E. The jazz book from ragtime to fusion and beyond. Lawrence Hill And Company. Connecticut. 1982
Mack Dieter. Sejarah Musik Jilid 4. Pusat Musik Liturgi. Yogyakarta. 1995
Kamien Roger. Music An Appreciation. Mc Graw – Hill book Company. 1988
Apresiasi Musik Jazz: Memahami Musik Ragtime 1
Seri 1
Apresiasi Musik Jazz:
Memahami Musik Ragtime
Oleh: Tono Rachmad PH
Kata Pengantar
Tulisan ini merupakan hasil studi literatur penulis pada beberapa pustaka buku dan audio tentang musik Ragtime. Ditulis berdasarkan kajian teks-konteks untuk mendapatkan hubungan antara sejarah perkembangan Ragtime dengan karya musiknya.
Disamping itu, tulisan ini diangkat sebagai bentuk keprihatinan terhadap bab atau bahasan didalam beberapa buku-buku pelajaran apresiasi musik sekolah menengah atas dan diktat perkuliahan S-1 yang banyak dibuat tanpa memperhatikan kedalaman informasinya. Tulisan tentang musik Ragtime ini, adalah salah-satu alternative model artikel yang penulis tawarkan sebagai bab/bahasan dari diktat perkuliahan S-1 ataupun bab/bahasan dari bab buku pelajaran apresiasi musik tingkat sekolah menengah atas. Tulisan ini pada draft aslinya, dilengkapi dengan suplemen audio, skrip musik, dan bahan evaluasi, yang berkaitan dengan bahasannya.
Pendahuluan
Sebelum membaca tulisan ini, ada baiknya kita mengakrabkan diri dengan mendengarkan terlebih dahulu sebuah karya Ragtime berikut ini:
Elite Syncopation, cipt.Scott Joplin, arr. Stewart dan Bradley James. Dari Album CD: Scott Joplin’s Piano Rags, Produksi: Music Collection International, Ltd., Emporio Label, 1994)
Karya diatas, merupakan salah-satu contoh yang khas sebagai music Ragtime. Musiknya tersusun dalam struktur bagian-bagian yang repetitive dan sarat dengan sinkopasi. Struktur dengan bagian-bagian yang berulang, serta gaya sinkopasi ini walaupun tidak serrupa, dapat kita jumpai pula pada sub genre jazz lainnya, seperti music Dixie.
Ragtime merupakan salah-satu genre musik Amerika pertama dan diduga berasal dari para pekerja kulit hitam yang bekerja pada pembangunan jalur-jalur kereta api saat itu. Meskipun sebagian masyarakat beranggapan bahwa Jazz itu berasal dari perkembangan musik Blues dan musik Gospel orang-orang kulit hitam, namun sebagian lagi meyakini bahwa musik Ragtime juga sebagai cikal bakal musik Jazz. Genre ini sebenarnya merupakan gaya musik yang pada awalnya diperkenalkan oleh pianis-pianis kulit hitam, sekitar tahun 1890-1915. Para pianis kulit hitam ini mencoba mengembangkan suatu genre dengan pendekatan gaya komposisi orang kulit putih Eropa. Kepopulerannya dimulai saat musik ini dipertunjukan oleh musisi kulit hitam yang melakukan perjalanan ke barat, tengah, dan selatan Amerika Serikat. Saat itu musik Ragtime banyak dipertunjukan pada ruang-ruang dansa, salon-salon, atau tempat-tempat hiburan bagi masyarakat bawah karena musiknya yang riang dan menghibur.
Disebut musik Ragtime karena berawal dari kesan auditif terhadap permainan piano yang tidak teratur dan tidak rapi. Permainan kedua tangan pianis Ragtime yakni antara tangan kiri yang memainkan alur irama dengan permainan tangan kanan yang memainkan alur melodi, terkesan tidak selaras/sinkron.
Musiknya tidak hanya menjangkau jutaan penggemar kulit hitam, tetapi juga orang-orang kulit putih. Kepopulerannya berkembang melalui skrip-skrip atau tulisan-tulisan musik untuk permainan piano dan juga karya-karya aransemen untuk iringan tari pergaulan. Pada masa itu musik Ragtime juga dapat dijumpai pada pertunjukan-pertunjukan marching band. Beberapa tahun kemudian musik-musik Ragtime juga populer melalui produk-produk rekaman dalam bentuk phonograph.
Selintas Tentang Latar belakang Perkembangan Musik Ragtime
Emansipasi para budak memunculkan kesempatan pendidikan baru bagi para budak Afro-Amerika yang telah dibebaskan, namun segregasi atau pemisahan ras kulit hitam terhadap ras kulit putih yang ketat pada masa itu membuat para pekerja kulit hitam itu juga mengalami keterbatasan dalam peluang memperoleh pekerjaan. Beberapa lapangan pekerjaan yang dapat mereka peroleh adalah bekerja sebagai musisi penghibur “kelas bawah” pada acara-acara dansa, minstrel shows, vaudeville (yakni sejenis pertunjukan komedi music untuk kalangan masyarakat atas), atau bekerja sebagai anggota pada marching band. Mereka juga bekerja sebagai pianis di bar-bar, klub-klub, serta tempat-tempat pelacuran. Dari sinilah Ragtime mulai berkembang.
Musik Ragtime awalnya diturunkan dari jigs dan mars pada band-band kulit hitam yang umum terdapat di kota-kota bagian utara Amerika yang populasi kulit hitam cukup tinggi. Pada awal abad 20, musik ini menjadi sangat populer di seluruh Amerika Utara dan didengarkan, ditarikan, ditampilkan, dan juga ditulis oleh banyak orang dari berbagai sub-kultur. Pertengahan tahun 1890, beberapa karya awal Ragtime piano diberi judul mars dan jigs. Kematangan Ragtime sebagai genre mulai tercatat dalam sejarah pada tahun 1897 ketika beberapa karya Ragtime awal yang terkenal diterbitkan.
Musik Ragtime muncul pertama kali dalam bentuk skrip musik, melalui karya penghibur Afro-Amerika Ernest Hogan tahun 1895, dan rekaman medley-nya, dua tahun kemudian (1897), oleh Vess Ossman dalam penampilan solo banjo Ragtime Medley. Juga pada tahun yang sama komposer kulit putih yakni William H. Krel,l menerbitkan karya Mississippi Rag sebagai karya Ragtime tertulis pertama untuk instrumen piano. Kemudian pianis dengan latar belakang pendidikan musik klasik, yakni Scott Joplin, memproduksi Original Rags pada tahun selanjutnya yakni tahun 1898. Pada Tahun 1899, Joplin juga menciptakan hit internasionalnya melalui karyanya yang berjudul Maple Leaf Rag dan disini dia menunjukkan kedalaman dan kerumitan yang lebih dibandingkan karya-karya Ragtime sebelumnya. Ia juga menulis sejumlah karya Ragtime populer yang menggabungkan sinkopas, figurasi banjo, dan terkadang juga pola call-and-respon.
Ragtime telah memberi kontribusi besar untuk perkembangan awal Jazz bersama dengan blues serta musik-musik gospel orang kulit hitam. Beberapa artis, seperti Jelly Roll Morton, menampilkan baik gaya Ragtime maupun Jazz New Orleans selama masa overlapping kedua genre tersebut. Namun Jazz New Orleans pada umumnya menggantikan Ragtime dalam hal popularitas arus utama (mainstream) awal tahun 1920. Walaupun demikian, beberapa komposisi Ragtime masih terus ditulis hingga kini, dan beberapa kali ketertarikan publik kembali pada Ragtime di tahun 1950-an dan 1970-an.
Walau kebanyakan karya Ragtime diciptakan untuk piano, namun beberapa transkripsi untuk instrumen lainnya dan ansambel umum juga dibuat. Sebagai contoh, aransemen dari Gunther Schiller atau John Steele Ritter terhadap beberapa karya Ragtime Scott Joplin. Terkadang Ragtime juga diciptakan untuk ansambel (terutama band pengiring tarian dan brass bands), atau sebagai karya musik yang dibuat hanya untuk didengar saja.
Joplin bahkan memiliki ambisi menggabungkan genre Ragtime ini dengan opera. Ambisi Joplin ini pun sempat membuahkan hasil, sehingga tercipta Opera A Guest Of Honor pada tahun 1903 dan OperaTreemonisha pada tahun 1907. Walaupun demikian, opera ini pada kenyataannya tak pernah ditampilkan di depan publik.
Dari Cake Walk hingga Tin Pan Alley
Gaya Ragtime sebenarnya sudah dimulai sejak kemunculan jenis tarian yang dinamakan Cake Walk.Tarian ini berawal dari keinginan orang-orang kulit hitam yang mencoba memparodikan tarian sosial masyarakat Eropa masa itu. Orang-orang kulit hitam itu menari secara berpasangan dan bergerak membentuk lingkaran (walk around) dengan diiringi musik oleh instrumen biola dan banya (banjo). Pasangan penari yang dianggap dapat menarikan tarian secara menarik sering kali dihadiahi kue (cake). Oleh sebab itu, tarian ini dikenal sebagai Tari Cake Walk. Popularitas tarian ini mulai berkembang di Amerika Serikat sekitar tahun 1890-an.
Jenis tarian ini telah ada sebelum kemunculan Ragtime dan mencapai eksistensinya dalam beberapa bentuk sejak tahun 1895-1908. Iringan musiknya memiliki bentuk yang umumnya berstruktur: A-A-B-B-C – interlude - C-B-B. Namun struktur tersebut tidak selalu demikian, karena ada juga yang berstruktur: A-A-B-B-A-C-C-A-B. Memiliki sedikit sentuhan sinkop bila dibandingkan dengan musik Ragtime. Jenis tarian Cake Walk ini memiliki gerakan kaki dengan langkah-langkah yang tinggi (high-kicking). Kecepatan ketukan atau temponya berkisar antara 85 hingga 95 ketukan metronom untuk satuan not ¼ dalam birama dupel.
Tarian Cake Walk biasanya digelar pada saat-saat istirahat dalam setiap minggunya menjelang sore hari. Tarian ini berfungsi sebagai ajang pertemuan sosial. Mereka umumnya hadir ke acara tarian ini dengan berpakaian menarik dan bagus.
Selain Cake Walk yang diperkirakan sebagai cikal bakal musik Ragtime, maka perkembangan Ragtime selanjutnya berkembang menjadi sub-sub genre. Salah-satunya adalah Folk Rag. Gaya ini didasarkan pada unsur-unsur yang bertema rakyat. Musik ini menggunakan nada-nada yang sudah dikenal di masyarakat pada waktu itu. Memiliki bentuk dua bagian dengan perlanjutannya yang berkesan medley syncopation. Folk Rag ini banyak ditemukan di daerah perbukitan Ohio, Appalachia, dan Mississipi. Contoh karya ini dapat ditemukan pada karya Scott Joplin yang berjudul Pine Apple Rag.
Gaya Ragtime lainnya adalah Classic Ragtime. Gaya ini biasanya berhubungan dengan gaya musik dari Scott Joplin, James Scott, dan Joseph Lamb. Musiknya cenderung dibuat untuk permainan piano, walaupun ada yang dibuat juga untuk orkes kecil dan pertunjukan band.
Populair Rag atau dikenal juga sebagai Tin Pan Alley adalah jenis lain dari gaya Ragtime. Gaya ini berkaitan dengan lingkaran publikasi di kota New York, Amerika Serikat yang saat itu (1890-1960) banyak sekali berkembang musik-musik massal. Perkembangan gaya musik New York Ragtime ini tentu saja tidak lepas dari peran dua orang musisi Ragtime saat itu, yakni Thomas Lodge dan George Botsford.
Gaya Ragtime yang sama juga muncul di Kansas dengan tokohnya yakni James P. Johnson (1894-1955) dan Earl Haimes (1903-1983). Walaupun kedua musisi ini sama-sama memperkenalkan gaya Ragtime baru pada permainan piano yang disebut Stride Piano, tetapi mereka mengembangkan gaya permainan piano yang berbeda. Johnson lebih mengarah kepada gaya permainan Swing dan improvisasi yang lebih bervariasi. Sementara Haimes lebih kepada gaya permainan yang perkusif. Gaya stride piano ini sebenarnya memperkenalkan permainan nada-nada oktaf tunggal yang bergerak naik dan turun oleh tangan kiri. Sementara tangan kanannya memainkan melodi yang berselingan dengan irama.
Ciri Musik Ragtime: Dari Cara Iringan Hingga Iringan
Pada tulisan ini penulis tidak membahas genre musik Ragtime lainnya selain musik Ragtime klasik, terutama karya-karya Ragtime yang diciptakan oleh Scott Joplin, mengingat, tokoh yang satu ini dianggap sebagai tokoh Ragtime yang menonjol dan populer hingga saat ini. Di samping itu beberapa karya-karyanya masih dapat kita temukan pada beberapa toko-toko kaset/CD di Indonesia, sehingga mempermudah kita untuk mengkaji karya-karyanya. Berikut ini akan dibahas tentang beberapa aspek teknis permainan dan aspek komposisi Ragtime klasik dengan menggunakan beberapa contoh karya-karya Scott Joplin.
Permainan tangan kanan dan kiri pemain piano Ragtime
Umumnya musik Ragtime memiliki birama binair (birama 2 atau birama 4). Ada juga beberapa yang memiliki birama ternair (birama 3), namun tidak banyak. Sementara tempo musik Ragtime rata-rata dimainkan dalam kecepatan sedang atau cepat. Karya-karya Ragtime biasanya terdiri dari beberapa kalimat melodi yang mempunyai kesamaan karakter dan berulang-ulang. Permainan pianis Ragtime bila disimak, tangan kanannya memainkan melodi yang terkesan sinkopis, sementara tangan kirinya secara tetap memainkan iringan oom-pah sebagai metrisnya.
Pada permainan group (marching band), irama oom-pah juga dapat dirasakan dengan jelas melalui kolaborasi instrument sausafon dan snar drum.
Pada permainan group/marching band, musik Ragtime umumnya dimainkan oleh tiga kelompok instrumen. Kelompok pertama berperan sebagai pembawa melodi, kelompok kedua sebagai pembawa iringan dan bas, sementara kelompok ketiga sebagai pembawa pola ritmik yang perkusif.
Dalam permainan piano Ragtime, kelompok kedua dan ketiganya dileburkan dalam satu permainan tangan kiri. Dengan demikian iringan oompah, dapat kita dengar melalui permainan tangan kiri pemain piano. Bas dan akor terkesan sebagai oom dan pah. Bas (Oom) adalah ketukan kuat (on beat), sedangkan akor (pah) merupakan ketukan lemah (up beat). Sementara permainan tangan kanan pianis Ragtime, memainkan melodi dengan pola aksen kuat dan lemah yang kadangkala tidak bersesuaian dengan pola metris tangan kirinya. Hal ini dapat kita dengarkan pada beberapa karya Scot Joplin misalnya. Kehadiran tesis dalam permainan tangan kanan, sering kali tidak pada saat yang sama dengan tesis iringan tangan kiri. Hal tersebut dapat kita dengarkan pada karya Original Rag, cipt. Scott Joplin, arr. Stewart dan Bradley James. Dari album CD: Scott Joplin’s Piano Rags, Produksi: Music Collection International, Ltd., Emporio Label 1994).
Bagi pembaca yang dapat memahami skrip music untuk piano, dapat memperhatikan skor/bagian tangan kanan dan kiri pada partitur piano lagu Maple Leaf Rag karya Scott Joplin yang memperlihatkan pola iringan oom-pah. (lihat di samping)
Bentuk komposisi Ragtime
Musik Ragtime memiliki bentuk/form komposisi yang diduga berasal dari bentuk komposisi musik iringan tari Cake Walk. Bentuk komposisi Ragtime memiliki struktur:
Introduksi– isi – penutup.
Introduksi sebagai pembuka karya umumnya terdiri dari 8 atau 16 ruas birama, namun ada kalanya juga tidak diawali oleh introduksi seperti pada lagu Maple Leaf Rag. Kita dapat memperhatikan masing-masing Introduksi 8 birama pada lagu The Entertainer dan Introduksi dengan 16 birama pada lagu Original Rag. Keduanya cipt. Scott Joplin, arr. Stewart dan Bradley James. Dari Album CD: Scott Joplin’s Piano Rags, Produksi: Music Collection International, Ltd., Emporio Label, 1994).
Bagian isi merupakan rate time atau struktur yang memiliki rangkaian tema (A-B-C-D). Setiap tema umumnya diulangi, seperti tema A menjadi A-A’ atau tema B menjadi B-B’. Bahkan tema A seringkali diulangi kembali setelah beberapa tema berikutnya, seperti A-A’-B-B’-A-C’-D-D’. Tema A, juga menjadi semacam tema dasar atau spring board bagi tema-tema berikutnya (mengenai hal ini, akan dijelaskan lebih lanjut). Bagian isi, umumnya juga ditambahkan dengan beberapa bagian variasi seperti interludeatau pengulangan introduksi. Contoh untuk memahami penjelasan tentang struktur bagian isi tersebut, dapat kita dengarkan pada beberapa karya berikut ini.
bagian rate time pada lagu The Entertainer dan interlude pada lagu Elite Syncopation, sisipan introduksi pada bagian isi pada lagu Original Rag. Ketiganya cipt. Scott Joplin, arr. Stewart dan Bradley James. Dari Album CD: Scott Joplin’s Piano Rags, Produksi: Music Collection International, Ltd., Emporio Label, 1994).
Sementara bagian penutup karya Ragtime, sering kali merupakan ulangan dari melodi terakhirnya yang kemudian diselesaikan dengan suatu broken chord yang kuat, seperti yang terdapat pada bagian penutup karya The Entertainer, cipt. Scott Joplin, arr. Stewart dan Bradley James. Dari Album CD: Scott Joplin’s Piano Rags, Produksi: Music Collection International, Ltd., Emporio Label, 1994).
Ulangan-ulangan pola pada bagian isi (A-A’-B-b’-dan seterusnya), sebenarnya tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk memperpanjang pertunjukkan saja, tetapi ada beberapa hal lain yang juga penting untuk diungkapkan di sini. Pengulangan pola-pola pada bagian isi, di satu sisi, adalah cara untuk memberi kesempatan musisi dalam melakukan improvisasi. Para pemain Ragtime tidak hanya mengikuti kehendak komposernya saja, tetapi juga berkesempatan untuk menampilkan gaya permainannya sendiri. Di sisi lain, pengulangan bagian dimaksudkan untuk memberi efek keseimbangan atau untuk menghindari akhir bagian yang janggal. Pengertian keseimbangan dalam hal ini, tidak selalu berarti setimbang seperti pengertian tentang pengukuran berat benda didalam timbangan. Keseimbangan dimaksudkan memberi efek dari bagian sebelumnya agar lebih serasi.
Untuk lebih jelas, kita dapat memperhatikan sekali lagi karya The Entertainer dan Original Rags dari album CD Scott Joplin’s Piano Rags, produksi Music Collection International Ltd., Emporio Label, 1994, yang musiknya diaransemen oleh Stewart dan Bradley James. Kedua karya ini memiliki struktur:
The Entertainer:
INTRODUKSI (8 ruas) – A-A-B-B-C-C-A-A – PENUTUP (penggalan akhir bag.A)
Original Rags:
INTRODUKSI (16 ruas) – A-A-B-B-C-C-interlude-A-D-D-E-E – PENUTUP (broken chord)
Pola-pola didalam lagu The Entertainer (A,B,C,) atau pun Original Rags (A,B,C,D,E) memiliki kerangka harmoni yang didasarkan pada struktur akor-akor tonika, sub dominan, dan dominan (tingkat I-IV-V). Sementara diantara pola-pola pada kedua karya tersebut (termasuk ulangannya) sering kita jumpai adanya tonika dasar atau home key yang bermodulasi ke sub dominan atau dominan (tingkat IV atau V). Untuk lebih jelas, perhatikanlah kerangka harmoni dari karya-karya tersebut.
Namun demikian, pada versi yang lain dari karya The Entertainer yang dapat kita dengarkan di dalam album kaset album JRSN Pierre Rampal plays Scott Joplin aransemen oleh John Steele Ritter, produksi Music Crush Collection, CBS Records, Inc., 1983), memiliki struktur pola yang agak berbeda, yakni:
INTRODUKSI – A-A-B-B-A-C-C – interlude - D-D-A-A – PENUTUP
Pada aransemen Retter terdapat perbedaan struktur pola di bagian isi dan penutupnya, sebagai berikut.
- Bagian isi mengangkat kembali introduksi namun hanya sepenggal seperti halnya pada karyaOriginal Rags. Pola C pada album versi CD, sama dengan pola D pada album versi kaset.
- Sedangkan pola C dari album versi kaset, tidak kita jumpai dikarya yang sama pada album versi CD.
- Bagian penutup pada versi kaset merupakan ulangan pola A. Sedangkan pada album versi CD, bagian penutupnya merupakan penggalan akhir dari pola A.
Perbedaan pola dari dua karya yang sama ini sepertinya hanya persoalan aransemen untuk keperluan pertunjukan. Pada prinsipnya struktur bentuk/form dengan pola-pola yang berulang sebagai ciri Ragtime tetap dipertahankan.
Langganan:
Postingan (Atom)