Senin, 19 November 2012

METODE PENGAJARAN MUSIK PRAKTIS 2


Mengenai apa yg disebut dg “Pernyataan Bahasa Tubuh” jg merupakan terapan yg dpt kita gunakan dlm menyatakan berbagai terminologi musik dr berbagai unsur seperti: dinamik, agogik, tempo, artikulasi, perwatakkan, penghayatan, tehnik permainan, dll.

Berbagai istilah atau terminologi bukanlah hal yg baru di kalangan para guru & Pembina musik. Namun visualisasi dg bahasa tubuh (body language) perlu diperkenalkan sbg suatu penemuan yg dibakukan dlm metode pengajaran musik yg kita laksanakan.

Pernyataan dinamik yg berlaku bg ketentuan kadar lemah lembutnya suara diperkenalkan dlm praktek peragaan, spt: “piano” (lembut) siswa mengucapkan secara lembut sambil membungkukan badan; “pianissimo” (sangat lembut) siswa mengucapkan secara sangat lembut sambil membungkukkan badan lbh rendah lagi; “forte” (keras) siswa mengucapkan dg badan agak tegak; “fortissimo” (sangat keras) siswa mengucapkan dg mengepalkan tangan setinggi bahu; “crescendo” (semakin keras) dinyatakan dg kelingking saling dipertautkan menyatakan suara aaaaaaaa mulai dg merunduk berjenjang semakin keras sedikit diatas kepala; “decrescendo” (semakin lembut) dinyatakan dg aaaaaa semakin lembut dalam gerak berlawanan dr tegak hingga merunduk, dst.

Pertnyataan “agogik” yg menyatakan aksentuasi sbg ucapan : “tesis” (tekanan berat) & “arsis” (tekanan ringan) atas bacaan musik dlm contoh peragaan kita gambarkan “sforzato” atau “sforzando” sbg tuntutan tekanan ditempat mana yg semestinya blm tentu mendapat tekanan berat, dinyatakan dg lambang Sf atau Sfz, digambarkan secara visual dg bahasa tubuh berupa tangan mengembang lalu melompat atau menghentakkan kaki dg tekanan berat sambil mengucapkan “sforzando atau sforzato”.

Pernyataan “tempo” yg menyatukan ukuran kecepatan musik dpt digambarkan secara visual dlm bahasa tubuh, seperti: “allegro” (cepat) diucapkan sambil menghentakkan telapak tangan 3 kali dlm jarak waktu yg relatif cepat; “allegretto” (lebih lambat) dari allegro dinyatakan dg mengulurkan dua kepalan tangan ke depan, bergoyang dg tempo lbh lambat dari allegro; “andante” (secepat org berjalan santai) dinyatakan dg ucapan lebih lambat sambil menggoyangkan pinggul ke kiri & ke kanan sementara lengan lunglai di samping badan; “presto” (sangat cepat) dinyatakan dlm gerakan tangan melintas di depan dada dgn kecepatan tinggi.

Demikian pula seterusnya dpt kita rancangkan berbagai gerakan badan yg kita harapkan akrab dg suasana ceria dlm pernyataan perwatakkan, penghayatan, artikulasi & tehnik permainan.

“Perwatakkan” yg cenderung ringan & berkesan lucu atau berolok-olok dpt kita contohkan istilah “scherzo” (jenaka) yakni dg menggerakkan bahu naik turun sambil mengucapkan kata scherzo; “dolce” (manis) dilukiskan dg jari menyentuh pipi sambil mulut tersenyum.

Demikian banyak istilah musik yg dpt digambarkan secara visual dg gerakan badan atau bahasa tubuh, hal ini kita gunakan utk mencapai keakraban antara guru dg siswa TK atau SD sebab bg siswa dewasa sdh sangat memadai apabila dianjurkan utk memahaminya dg cara membaca kamus musik yg banyak beredar.

Tikitiki & Pernyataan Bahasa Tubuh bkn merupakan hal yg istimewa namun nilai kreatifitasnya dpt kita rasakan sbg suatu hal yg membanggakan.
Kebanggaan seorang guru adalah apabila dia sdh merasa berhasil menyampaikan pengertian yg hakiki atas pelajaran yg diberikan & tertanam jauh di lubuk batin intelektualitas siswa asuhannya.

Masih jauh jln yg hrs kita tempuh guna mencapai cita2 kesempurnaan musik di Ind sebab secara jujur kendala yg ada kebanyakan dtg dari kecenderungan rasa puas dg ilmu yg didapat oleh seseorang, kemudian dg segala kekurangannya berbicara tentang musik, mengkritik, menganalisis musik tanpa pendalaman ilmiah.

Akan banyak salahnya dlm menilai musik apabila penilaian tsb bkn dari ahli dlm bidang yg tepat, gampang menyebut seseorang pencipta lagu belaka tanpa memahami harmonisasi & hukum2 komposisi musik sebab aransemen lagunya cukup diserahkan kpd band pengiring yg justru merekalah yg semestinya patut mendapatkan penghargaan.

Salah satu pengalaman sy yg sangat berkesan adl program Pilot Class Yamaha bg pembinaan calon komponis cilik dimana telah dipilih 5 org anak KMA yg diintensifkan pengajarannya mulai dari usia prasekolah, SD & SMP. Bila landasan di tingkat pra-sekolah, SD & SMP cukup kuat akan terikut pula berkembangnya musik di Indonesia secara lebih sempurna.
Tampak yg berkembang saat ini barulah sekedar pelajaran yg mengajak utk nyanyi bersama, itupun tdk banyak ditangani oleh guru yg qualified.

Berbahagialah sekolah atau perguruan yg menempatkan musik sebagai bagian dari intrakurikuler. Tetapi jg msh dpt kita banggakan lembaga pendidikan yg cukup penghargaannya thdp pelajaran musik ekstrakurikuler.

Menurut pengalaman kita para ahli musik skrg ini msh byk yg bertahan pd posisi msg2 dg kebanggaan almamaternya. Alangkah mulianya & alangkah baiknya apabila para ahli yg mengatasnamakan musik berhimpun bergandengan tangan memikirkan pendidikan musik secara obyektif. Subyektifitas kiranya perlu dibuang apabila Indonesia ingin sampai ke jenjang penghargaan musik yg lebih tinggi.

Musik Indonesia sdh mendunia spt kata beberapa org musisi & wartawan, tetapi para sarjana jurusan musik byk yg blm mempersiapkan diri terjun ke Sekolah Dasar & Prasekolah padahal disinilah justru peran sarjana tinggi musik dibutuhkan sbg Pembina.

Sebaiknya kita menetapkan diri pd posisi Pembina bg kelompok usia prasekolah guna mempersiapkan kader siswa SD hingga ke jenjang lebih tinggi yg apresiatif thd musik. Msh sangat byk dibutuhkan sukarelawan yg semestinya hingga pd pendidikan dasar musik daripada duduk di meja jabatan luar profesi keguruan.

Dg metode praktis akhirnya dpt terjaring 2 siswa KMA, yakni Yani Danuwijaya & Esterlita Hidayat, msk dlm forum JOC (Junior Original Concert). Stlh melanglang buana diundang serta dihargai oleh beberapa Kepala Negara Asing & dijadikan tamu UNICEF sbg komponis cilik, namun anehnya mereka baru dpt diterima oleh pihak Direktorat Kesenian Depdikbud 4 thn kemudian, jauh setelah mereka dipuji2 bangsa lain.

Dg metode yg sama tlh kami rintis pula pembinaan siswa & calon guru drum dlm forum kelas perintis (Pilot Class) Yamaha secara berkelompok (Group) baik dlm tubuh YMI maupun YASMI yg membuahkan Guru2 Drum serta Drummer handal spt: Yusuf Abdi (Guru & penyusun buku pelajaran drum), Philmon Haryadi (Chief Instructor Drum), Syahrul Mahruzar (The Tankers & Guru Drum di Medan), Desmon DJ (Bani Adam), Dina (Pretty Sisters), Kanda (The Halpers), Rudi Arifin (Aria Junior), Cendy Luntungan (Band Inti Bina Musika & Drummer Unggulan berbagai band), Eki Sukarno (Symponi), Yayang (Drummer berbagai band pentas TV), Yuli (band Bina Musika Bandung), Anda (Phoenix), Syamsul (Tarantula), Dadi Sufiadi (ITB) & byk drumer2 lain yg hadir dibelakang kelompok Pilot Class dg metode praktis. Sebagian dari mereka msh duduk di kelas SD & SMP ketika mulai belajar.

Dalam pembinaan Korps Musik Militer Tentara Laos & Korps Musik Kodam I Iskandar Muda Aceh th 1965/1966 jg tlh digunakan metode pengajaran praktis dg menggunakan Kurikulum 1965 Sekolah Musik Angkatan Darat yg saya susun proposalnya.

Kini metode pengajaran musik praktis menjadi modul unggulan dlm MEC Institut Musik DR Pono Banoe Kurikulum Mandiri program pendidikan Guru Musik Sekolah, Luar Sekolah & Usia Dini dg motto “TANPA AKU TIADA LAINNYA, TANPA LAINNYA AKU TIADA.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar